Senin, 09 September 2019

RESENSI | Perjuangan Rakyat Sambas Menentang Penjajah

author photo
"Walaupun perjuangan Rakyat Sambas dalam mempertahankan kemerdekaan mengalami kendala, akan tetapi semangat Rakyat Sambas tidak pernah padam dan menyerah. Selanjutnya hingga Indonesia telah benar- benar merdeka, perjuangan rakyat Sambas masih terus berlanjut."

sambas kalimantan barat
perjuangan rakyat sambas menentang penjajah, pic rizki fahlevi, 

Resensator  Rizki Fahlevi

Judul Buku : Perjuangan Rakyat Sambas Menentang Penjajah
Pengarang Buku : M. Sabirin AG,BA
Penerbit Buku : Lentera Community
Kota Terbit : Kota Pontianak, Kalimantan Barat
Tahun Terbit : Maret 2010
Tebal Buku : 200 halaman

Berita kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 telah di ketahui oleh beberapa rakyat Sambas melalui radio siaran dari Serawak. Namun demikian, berita tersebut masih bersifat rahasia dan hanya di ketahui secara sembunyi oleh beberapa rakyat Sambas karena ketika itu Jepang masih menguasai Sambas.

Sebelum itu, berita kemerdekaan Indonesia terlebih dahulu di ketahui oleh beberapa Tokoh di Pontianak. Pada 2 Oktober 1945, Ya’mad Dundek dari Pontianak datang ke Singkawang untuk memberitahukan perihal kemerdekaan Indonesia.

Selain itu, berita kemerdekaan Indonesia secara resmi di ketahui oleh rakyat Sambas tatkala pemuda Sambas yang bermukim di Pontianak bernama Zainuddin Nawawi dan Gifni Ismail kembali ke Sambas. Mereka memberikan kepastian bahwa Indonesia telah benar- benar merdeka.

Baca Juga: Pentingnya Budaya Literasi Bagi Generasi Milenial

Setelah mengetahui kemerdekaan Indonesia, tumbullah semangat untuk mempertahankan kemerdekaan bagi rakyat Sambas. Alhasil, berdirilah organisasi perjuangan bernama “Persatuan Bangsa Indonesia Sambas (PERBIS)” pada 23 Oktober 1945. Bersamaan dengan berdirinya PERBIS, datanglah tentara sekutu yang di boncengi NICA.

Pada 27 Oktober 1945 telah terjadi demonstrasi besar- besaran di halaman Istana Kerajaan Sambas. Ketika itu, ketua PERBIS yang bernama H. Sirad Sood hendak menaikkan bendera merah putih di halaman kesultanan. Akan tetapi, beliau tertembak oleh serdadu Belanda.

Melihat ketuanya tertembak, Tabrani melanjutkan untuk menaikkan bendera merah putih dan beliau pun gugur di tembak sambil memeluk bendera merah putih. Untuk mengenang pengorbanan Tabrani, telah di bangun prasasti di depan Kraton Sambas.

Baca Juga: Sajak Tasawuf Penyejuk Iman

Mengetahui lawan yang kuat, tokoh Perbis dan beberapa organisasi lainnya di Sambas bahu-membahu dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada suatu ketika, perjuang di Sambas hendak melakukan penyerangan ke tangsi Belanda. Akan tetapi, rencana penyerangan tersebut gagal karena telah di ketahui oleh NICA.

Akhirnya, pemuda Sambas mendirikan beberapa organisasi- organisasi, seperti Persatuan Muslim Indonesia Sambas (PERMI), Persatuan Umum Rakyat Indonesia (PORI), Gerakan Indonesia Merdeka (GERINDO) yang bergerak melawan NICA secara diplomasi.

Pada 1 Januari 1949, telah pecah peperangan di kota Sambas dalam aksi penyerangan yang di lakukan oleh pemuda Sambas terhadap Tangsi Belanda. Akan tetapi, penyerangan tersebut dapat di padamkan oleh Belanda dan beberapa pejuang telah gugur.

Walaupun perjuangan Rakyat Sambas dalam mempertahankan kemerdekaan mengalami kendala, akan tetapi semangat Rakyat Sambas tidak pernah padam dan menyerah. Selanjutnya hingga Indonesia telah benar- benar merdeka, perjuangan rakyat Sambas masih terus berlanjut.

Baca Juga: Sejarah Kalimantan Barat dalam Novel M.Yanis

Selain itu, untuk persiapan pengawalan wilayah lautan West Borneo dari ancaman penyerangan Jepang, pemerintah kolonial Belanda mengusulkan agar ada satu kapal perang berukuran kecil. Alih-alih kekayaan yang dikeruk dari Kerajaan Sambas dan Kerajaan lain di sekitarnya, lebih dari cukup untuk membeli kapal perang.

Selain mempertontonkan kapal perang, kolonial Belanda juga mendemontrasikan tigas pesawat terbang ampibi (Katalina) yang sempat berlabuh di Kartiasa. Seperti kapal perang, tiga pesawat pemburu ini berfungsi menangkis serangan puluhan pesawat dan kapal perang Jepang. Belakangan tiga pesawat ampibi Belanda itu hancur tatkala pesawat terbang Jepang menembaknya ketika terjadi perang udara di wilayah Pontianak.

Penulis menemukan beberapa kekurangan isi buku ini, yaitu :
Pertama, Tulisan di buku ini kurang menarik karena tulisannya terlalu monoton
Kedua, Gambar-gambar di buku ini kurang jelas karena warna gambarnya putih hitam
Ketiga, Bahasa yang digunakan terlalu berbelit-belit dan ambigu
Keempat, Kalimat-kalimat yang terdapat dalam buku ini banyak menggunakan kata tidak baku
Kelima, Terlalu banyak halaman tapi tidak menyertai gambar yang menarik
Keenam, Di setiap halaman tidak diberi warna-warni untuk memudahkan pembaca memahami isi buku tersebut.

Baca Juga: Sebut Aku Dalam Doamu

Selain kekurangan buku, penulis menemukan beberapa keunggulan buku, yaitu :
Pertama, Warna cover yang terang membuat pembaca tertarik untuk membacanya
Kedua, Menambah wawasan kita tentang apa yang terjadi di masa lampau
Ketiga, Di setiap paragraf ada kalimat yang menarik bertujuan untuk menarik minat pembaca untuk membaca lebih lanjut
Keempat, penulis merupakan pengarang asal Kalimantan Barat, Penulis pandai memengaruhi pembaca menuntut kita untuk membaca buku ini lebih jauh hingga sampai akhir.

Penulis menyarankan beberapa hal untuk perhatikan, yaitu mengubah tulisan agar tidak terlalu monoton, gambar-gambar yang ada harus diberi warna agar menarik untuk dibaca, bahasa yang digunakan menggunakan bahasa baku sesuai ejaan, dan kalimat yang digunakan menggunakan kalimat baku.

Esensi buku ini mengenai masyarakat sambas dalam melawan penjajah sangatlah nasionalisme. Buku ini perlu dibaca oleh siapapun untuk mengetahui sejarah yang ada di kalimantan barat. Bagaimana perjuangan masyarakat Sambas dan Kalimantan Barat dalam memperjuangkan kemerdekaan indonesia.

Tulis Pendapat Anda 0 comments


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post