Minggu, 02 Februari 2020

Bedah Buku Kesultanan Matan hingga Diskusi Sejarah Ketapang dan Kayong Utara

author photo
Buku Kesultanan Matan adalah karya yang mengkaji literatur-literatur dari Eropa khususnya Belanda yang disandingkan dengan khazanah cerita rakyat yang didapat dari orang tua-tua serta literatur arab Melayu, seperti Sulalatus Salatin dan Tuhfatun Nafis.

Buku sejarah matan
Poster acara bedah buku Sejarah Matan

Acara diskusi dan bedah buku Kesultanan Matan bersama Gusti Carma DH di warkop Kotta Lama Jalan Kol Sugiono Ketapang (31/1) mengupas Kesultanan Matan, diskusi sejarah Ketapang, dan Kayong Utara.

Buku Kesultanan Matan adalah karya pertama Carma yang mengkaji literatur-literatur dari Eropa khususnya Belanda. Literatur tersebut disandingkan dengan khazanah cerita rakyat yang didapat dari orang tua-tua serta literatur arab Melayu, seperti Sulalatus Salatin dan Tuhfatun Nafis.
Baca Juga : Membaca Buku Membuang Waktu 
Gusti Carma DH mengungkapkan bahwa proses penulisan ini sudah sejak 2014. Bahkan ia telah tertarik sejak masih SMA mengenai sejarah Ketapang. Ia lalu mulai mendalami sejarah Tanjung Pura dan Matan sejak masih di Pontianak tahun 2009.

Kesultanan Matan menurut Carma, demikian dia dipanggil, adalah Kesultanan yang memerintah dengan cakupan wilayah Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara saat ini. Beberapa pertanyaan dari peserta sempat menjadi bahan diskusi yang menarik dan semakin menambah pesona sejarah tanah Kayong.
Baca juga : Perjuangan Rakyat Sambas Menentang Penjajah
Acara ini dihadiri pecinta sejarah, penggiat sejarah, penggiat seni serta pengelola situs online penulisan. Bahkan, seorang Mahasiswa Belanda yang sedang mengadakan penelitian tentang Kesultanan Matan juga hadir.

"Kami mengapresiasi hadirnya buku Kesultanan Matan ini" ucap pak Isya Fachrudi dalam beberapa kesempatan diskusi pada acara bedah buku Kesultanan Matan.

Pak Isya sendiri adalah seorang penggiat sejarah di tanah kelahirannya, beliau bersama Miftahul Huda seorang Youtuber yang banyak mengangkat sejarah Tanjung Pura dan Isnadi Isnadi seorang pelestari budaya Simpang,  jauh-jauh datang dari Kayong Utara.

"Terima Kasih Banyak Pak" sambut Gusti Carma Dwi Husada penulis yang sekaligus tuan rumah acara tersebut di Kedai Kopi Kotta Lama.
Baca Juga : Cerpen | Sintang Dua Puluh Empat Jam
Sebagai pembuka kata, Agus Kurniawan selaku pembahas, menguraikan bahwa buku Gusti Carma DH ini adalah titik lanjut rangkaian buku Sejarah Tanah Kayong sejak dimulai oleh Mualim KH Ali Usman. Buku ini dapat dianggap penyempurna dari buku - buku sebelumnya.

Buku yang diterbitkan oleh Penerbit DnAKurnia Ketapang ini, merupakan buku mandiri, baik dalam proses penerbitan dan pencetakannya.
Baca Juga : Puisi | Kertas, Pena, dan Penghapus Kenangan
Walau begitu, tak mengurangi harapan para penggiat sejarah dalam diskusi malam ini, buku ini menjadi sumber utama pembelajaran sejarah Ketapang dan Kayong Utara di sekolah - sekolah yang ada di dua kabupaten pewaris kebesaran Kesultanan Matan ini.

Apalagi pak Bupati Ketapang sempat menantang untuk menulis sejarah Ketapang, yang dilanjutkan peluncuran buku ini di hadapan beliau, dalam acara Ulang Tahun Perkumpulan Lawang Kekayun di akhir tahun lalu.

Tulis Pendapat Anda 0 comments


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post