Jumat, 10 Desember 2021

Perindu Kurban Cerpen Suandi

author photo

Cerpen Suandi


literasikalbar.com - Suandi menuliskan cerita berisi perjuangan seorang dalam mewujudkan keinginan yang telah diniatkan. Keinginan yang bukan semata menginginkan barang untuk pribadi, tetapi keinginan yang mulia dan tulus dalam berkorban.


Perindu Kurban Pic Pixabay

Perindu Kurban


"Semangat baja dan jiwa pantang menyerah selalu terpahat di dadanya."


Langkah kaki Pak Sabar tegap dengan memikul tiga batang bambu yang sudah menjadi satu sebagai senjata harian. Tanpa alas kaki, ia berjalan mengelingi kebun kelapa yang ditumbuhi berbagai variasi rumput. Keringatnya mengucur deras, berjatuhan di antara sela-sela pohon kelapa. Pandangan terus ke atas, melihat dengan saksama buah kelapa yang sudah hampir tua. Tampak ada tanda bintik-bintik hitam di kulitnya.


Bambu menjadi teman sejatinya, tentunya bukan bambu sembarangan. Bambu yang sudah dibentuk melalui bantuan api yang dipanggang tepat di belakang rumahnya. Orang di kampung menyebutnya galah. Galah itulah yang digunakan Pak Sabar untuk menurunkan beribu buah kelapa di kebun.


Pekerjaan Pak Sabar adalah menjadi tenaga upah harian lepas bagi siapa saja yang memerlukan jasanya.

Walaupun umur Pak Sabar sudah 50 tahun, akan tetapi semangatnya masih luar biasa--melebihi anak muda yang baru menikah. Himpitan ekonomi yang membuatnya bertahan dengan pekerjaan itu, walau berisiko tinggi sekalipun. Namun, orang satu desa salut dengan prinsipnya. Dua anaknya bisa melanjutkan ke Perguruan Tinggi di ibu kota provinsi. Ia tidak mau nasib yang dideritanya turun temurun dan diwariskan kepada kedua putranya.


"Anakku harus menjadi orang sukses. Ia harus melebihiku dan ilmunya harus lebih hebat diriku," ujar Pak Sabar ketika mengobrol dengan istrinya.


Hampir setiap minggu ada saja orang yang memerlukan jasanya. Padahal, kalau dipikir ia sudah tidak muda lagi. Semangat baja dan jiwa pantang menyerah selalu terpahat di dadanya. Itulah kekuatan tekad yang dari dulu hingga sekarang ia jaga.


Suatu hari, takmir masjid mengumumkan bahwa akan ada arisan untuk membeli sapi untuk kurban Idul Adha.


"Bapak-bapak para jamaah hadirin yang dirahmati Allah. Sebentar lagi kita akan menghadapi hari raya Idul Adha atau hari raya Kurban. Untuk itu kami membuka arisan sebanyak tujuh orang untuk membeli satu ekor sapi. Silakan para jamaah menghubungi saya jika ada niat untuk berkurban," seru Pak Mukmin setelah Shalat Maghrib.


Di akhir sambutan takmir masjid menyampaikan Firman Allah surah Al-Kautsar ayat 1-3: "Sungguh, kami telah memberimu nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah shalat karena Tuhan-Mu dan berkurbanlah (sebagaimana ibadah dan mendekatkan diri keppada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus."


Waktu sudah menunjukkan pukul 19.30. Langkah Pak Sabar terus dihantui Firman Allah yang disampaikan Pak Mukmin. Sampai detik ini, sampai anaknya yang sulung sudah berusia 20 tahun ia belum pernah berkurban. Niat tulus pun ia sampaikan kepada Bu Siti yang tidak lain adalah teman hidupnya yang sudah mendampinginya selama 22 tahun.


"Bu, tadi setelah sholat maghrib ada arisan untuk para jamaah membeli seekor sapi. Bagaimana kalau kita ikut berpartisipasi, Bu?" tanya Pak Sabar pada istrinya.


"Pak, untuk hari-hari saja hidup kita tidak berkecukupan Pak. Boro-boro mau beli sapi, beli beras saja susah," jawab istrinya dengan muka heran.


"Bu, waktunya masih ada sebulan. Bapak akan menabung untuk membayar uang arisan itu. Dan semoga Allah mendengar niat baik Bapak," sambung Pak Sabar meyakinkan.


"Saya manut saja kata Bapak. Nanti Bapak bantu juga Ibu buat kue, ya. Biar uangnya cukup," kata Bu Siti lembut.


Waktu terus berlalu, Pak Sabar bekerja keras untuk mengumpulkan uang arisan yang berhadiah syurga itu. Selain itu perintah Allah, ia tahu bahwa dengan berkurban bisa meningkatkan ketaqwaan dan keimanan dirinya dan berbagi pada fakir miskin.


Dulu, waktu ia berinjak remaja, guru ngajinya bercerita bahwa, Nabi Ibrahim pernah merelakan putranya Nabi Ismail untuk menjadi sembelihan demi melaksanakan mimpinya dan merupakan perintah Allah. Kemudian Allah menggantinya dengan hewan Qibas. Keikhlasan sang anak berbuah manis, dari situlah sampai sekarang umat islam melaksanakan anjuran berkurban. Itu juga yang menjadi semangatnya terpacu untuk menafkahkan sebagian hartanya di jalan Allah.


Hari itu hari Jum'at, tiga hari lagi akan melaksanakan Shalat Ied. Tepat ba'da Shalat Jum'at Pak Sabar memberikan uang hasil jerih payahnya. Muka cerah, mata berbinar-binar dengan tangan sedikit gemetar ia menyerahkan uangnya itu kepada Pak Mukmin. Total terkumpul dua juta rupiah. Tidak hanya menjadi tenaga upah harian lepas, di pertengahan malam sehabis Shalat Tahajud, ia juga membantu istrinya membuat kue untuk dititipkan di warung sekitar kampung.


Senyum sumringah terpancar di wajah Pak Sabar. Allah telah mendengar doanya. Allah Maha Memudahkan dan Menampakkan Kekuasan-Nya. Maha Rahman-Nya Allah tiada terkira. Akhirnya, ia bisa berpartisipasi untuk membeli seekor sapi walau dengan perjuangan setengah mati.


***


Literasi Kalbar


Suandi seorang guru yang senang menulis. Suandi berasal dari singkawang. Semangat berliterasi semakin menjadi pada dirinya. Temui suandi di facebook: Suandi dan IG Irwandi_pgsd


Berkaitan dengan isi tulisan sepenuhnya tanggung jawab penulis. Literasi Kalbar sebagai wadah kreativitas berliterasi baca tulis.

Laman Literasi Kalbar menerima tulisan berupa puisi, cerpen, resensi, & opini. Silakan kirim ke literasikalbar@gmail.com

Ketentuan tulisan bisa baca di Kirim Tulisan


Tulis Pendapat Anda 0 comments


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post