Sabtu, 19 November 2022

Ritual Adat Bebuang di Kalimantan Barat

author photo
Ritual Adat Bebuang di Kalimantan Barat

Resensator Rahman


"Apabila tidak melakukan adat bebuang, maka akan terjadi suatu hal yang ganjil dan akan merusak jalannya suatu acara. Adat bebuang ini biasa dilakukan pada acara nikahan, lahiran atau acara-acara penting lainnya."

 

Buku berjudul Ritual Adat Bebuang di Kalimantan Barat menjelaskan mengenai sebuah ritual di Kalimantan Barat, yaitu adat bebuang. Dalam buku ini juga memaparkan asal-usul dan prosesi ritual dalam melaksanakan adat Bbebuang. Adat Bebuang di Kalimantan Barat adalah suatu ritual mengantar sesaji ke sungai atau ke air.


Pada saat ini, pemahaman akan adat istiadat sangat penting. Adat istiadat akan mengajarkan kepada manusia bagaimana hidup dan bagaimana harus bersikap terhadap lingkungan. Adat istiadat memberi petunjuk bagi manusia tentang hal yang baik dan salah, tentang hal patut dan tidak patut. Oleh karena itu, adat istiadat sangat berfungsi untuk menjaga keharmonisan. Keharmonisan dalam hubungan antar manusia dan hubungan manusia dengan alam semesta. Pengetahuan tentang adat istiadat dan cara mengimplementasikannya secara benar sangat penting bagi manusia. Salah satu Adat Istiadat yang masih dilaksanakan hingga sekarang adalah Ritual Adat Bebuang.


Baca Juga : Lomba Menulis Cerpen Tentang Ibu oleh Elex Media


Adat bebuang merupakan tradisi yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan beberapa kelompok masyarakat di Kalimantan. Sejarah adat bebuang ini bermula dari cerita manusia yang melahirkan anak kembar. Anak kembar ini terlahir dengan seorang manusia dan satunya lagi berupa hewan sejenis buaya. Terlahir kembar buaya pada umumnya sering terjadi pada beberapa kelompok masyarakat yang menetap di sepanjang sungai.


Manusia yang memiliki kembaran buaya ini ketika dewasa akan rutin melaksanakan adat bebuang. Ritual bebuang ketika telah memiliki keturunan sebagai media komunikasi dan menyambung silaturahmi dengan kembaran buaya. Adat bebuang ini dilaksanakan pada acara-acara penting, seperti acara pernikahan, melahirkan, ketika panen, melaut, dan sebagainya.


Jika keturunan yang memiliki jalur kembar buaya tidak melaksanakan adat bebuang, biasanya sering terjadi hal-hal yang ganjil. Tak heran akhirnya merusak jalan acara yang sedang dilaksanakan. Dan biasanya kejadian yang ganjil itu terjadi hingga berhari-hari hingga akhirnya keturunan dari kembar buaya tersebut melaksanakan adat Bebuang.


Baca Juga : Tewasnya Gagak Hitam dan Teka-Teki Kematian


Adapun asal-usul adat bebuang ini di Kalimantan Barat bermula dari kisah Raja Kudong dan Putrinya Raja Buaya Kuning yang bernama Putri Banyu Mustari. Sedangkan asal usul adat bebuang di kabupaten Sanggau berhubungan dengan riwayat Gusti Achmad Putra yang memiliki saudara kembar berbentuk sejenis hewan buaya, yang kemudian menjadi Raja Bangsa Buaya di Teluk Pancur Aji, bernama Gusti Achmad Maulana.


Kemudian berhubungan dengan riwayat Ratu Srikani atau Nenek Tua, istrinya Gusti Togok atau Gusti Muhammad Thahir 1, yang raib di sungai Kalijati. Selanjutnya juga berhubungan dengan riwayat anak-anak Dakdudak yang terlahir kembar dalam bentuk sejenis hewan Buaya berwarna putih dan kuning bernama Dak Bapayung dan Dak Bapusat yang menjaga sungai kantu’ hingga Rawa Bhakti dan Sungai Sekayam.


Sebelum pelaksanaan ritual Adat Bebuang, terlebih dahulu di persiapkan sesaji yang berisi beberapa benda yang umumnya seperti telur ayam kampung, sebatang paku, sebutir kemiri, sirih lengkap, segenggam berteh padi yaitu padi yang di gongseng, beras kuning yang sudah dilumuri dengan minyak wangi, pisau kecil, ceper, empat jenis ketan, sapu tangan, pinang merah, piring putih, keminting, rokok sebatang, uang logam, lilin, beliung, pisang, dan piring putih.


Baca Juga : Puisi Ahmad Sulton Ghozali dalam Lentera


Setelah dipersiapakan, adapun bacaan atau jampi-jampi pada ritual adat bebuang dibedakan ketika pada saat akan mengantar sesaji ke air atau kesungai, ketika akan melepaskan sesaji, ketika memberi sesaji kepada Penjaga Atas, dan ketika memberi sesaji kepada Penjaga Tiang Utama. Untuk semua bacaan atau jampi-jampi tersebut, dapat diucapkan dalam bahasa masyarakat adat setempat selama tidak merubah makna dan maksud dari bacaan atau jampi-jampi yang telah ada. Untuk penyebutan nama-nama dituju, dapat menyesuaikan jumlah nama-nama penjaga atau nenek moyang dari masyarakat ditempat tersebut, yaitu jika diyakini hanya ada satu saja, maka sebut saja satu nama penjaga atau nenek moyang saja, jika lebih dari satu maka disebutkan semuanya.


Adat bebuang adalah salah satu ritual yang masih ada hingga sekarang yang masih dilakukan oleh masyarakat Kalimantan Barat. Ritual ini dilakukan sebagai media komunikasi antara orang yang memiliki kembaran, seperti hewan buaya. Sebagian kelompok masyarakat sudah melekat dan menjadi tradisi dengan ritual adat ini. Apabila tidak melakukan adat bebuang, maka akan terjadi suatu hal yang ganjil dan akan merusak jalannya suatu acara. Adat bebuang ini biasa dilakukan pada acara nikahan, lahiran atau acara-acara penting lainnya. 


Buku ini menggunakan bahasa yang mudah dipahami bagi siapapun sehingga pesan dalam buku ini tersampaikan. Judul buku sangat sesuai dengan isi buku. Sampul buku cukup menarik dan dapat menarik minat pembaca untuk membacanya. Tema yang di angkat menarik dan jarang ditemukan. Kita dapat mengetahui tentang adat bebuang. 


Baca Juga : Lomba Menulis Puisi Anti Korupsi


Buku yang  jelas dengan detail mengenai bebuang ini sangat disayangkan memiliki sedikit gambar pendukung. Padahal jika ada gambar, memudahkan pembaca memaknai maksud. Adapaun gambar dalam buku ini kurnag menarik karena tidak berwarna-warni.


Sudah seharusnya kita mengetahui dan melestarikan adat istiadat yang kita memiliki agar tidak termakan oleh zaman. Agar buku ini lebih banyak diminati sebaiknya buku ini di lampirkan banyak gambar yang berkaitan dengan adat bebuang sehingga pembaca dapat mengetahui dan memaknai dalam rangkai kegiatan adat bebuang ini.


Identitas Buku

Judul buku : Ritual Adat Bebuang di Kalimantan Barat

Pengarang buku : Tomi, S.Pd, ME

Penerbi buku :  Tom’S book Publishing

Kota penerbitan buku : Pontianak

Cetak : Pertama, Juni 2017

ISBN : 978-602-6569-18-9

Tahun terbit : 2017

Jumlah halaman : 43 halaman


Tulis Pendapat Anda 0 comments


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post