Senin, 04 Juli 2022

Long Kiat Saudagar Melayu yang Cerdik

author photo

Saudagar Melayu yang Cerdik dalam Buku Long Kiat


Long Kiat Saudagar Melayu yang Cerdik


Long Kiat merupakan novel pertama dan mungkin satu-satunya di Kalbar saat ini yang bergenre bisnis/entrepreneur. Long Kiat berkisah tentang seorang saudagar Melayu asal Sambas yang sukses dengan sebuah perjuangan yang panjang.


Novel unik ini mampu memotivasi para pengusaha untuk berinovasi mengembangkan usahanya, dan berpengaruh juga pada politikus untuk berpolitik yang bijak. Selain itu, diselipkan pula pesan religius di balik sosok Long Kiat yang disegani ternyata masih tekun menjalankan perintah agamanya.

     

Buku ini disajikan dengan alur yang jelas. Setting tempat yang menarik, seperti keadaan Pontianak di masa orde baru. Saat kita membaca Long Kiat, seolah kita dibawa berpetualang dalam lika-liku kehidupan Long Kiat.


Kepribadian Long Kiat yang unik diceritakan oleh orang ketiga, Ngah Dedi, yang mewakili si pengarang. Bapak Pertiwiku, itulah ungkapan dari Dedi yang dia sematkan untuk Long Kiat. Long Kiat yang telah berjuang untuk membela kepentingan rakyat, menjadi sosok idola, guru, dan orang tua terkhusus Anga, adik sepupunya. Long Kiat hidup dengan Ngah Dedi dan kedua adiknya. 

Baca Juga : Membeli Buku Sebuah Upaya Apresiasi Karya

Pada  bulan Mei 1980, sebuah pertikaian antara preman di Pasar Kapuas Besar Pontianak dapat terselesaikan dengan bijak oleh Long Kiat dengan berbagai trik yang perlu teman-teman baca di bagian kedua novel ini. Pada bagian selanjutnya menceritakan tentang bagaimana Long Kiat yang selama ini selalu bertahan dengan makan ubi.


Long Kiat berkata bahwa makan ubi adalah makanan para pejuang terdahulu, serta untuk menyemangati Angah Dedi agar menikmati ubi. Sebuah perhelatan bisnis Long Kiat mulai, dengan berhasil menjual berton-ton beras di Pasar Kapuas Besar bersama mitra yang dibangunnya. 


Akhirnya, Long Kiat pun mengakhiri masa kelam memakan ubi berkat kepiawayan yang dilakukanya. Beras itu sekarang menjadi komoditi dengan merek “Beras Pancasila” serta meyakinkan hati petani untuk mendistribusikan hasil panen beras kepadanya.


Long Kiat yang pernah di tuduh sebagai PKI pada saat Long Kiat tinggal  di Sajingan, Kabupaten Sambas. Namun, ia tidak menyangkal lewat perantara Angah Dedi. Angah memberitahukan kepada masyarakat bahwa Long Kiat adalah PKI bahkan Angah dan seluruh masyarakat di desa itu adalah PKI (Pedagang Kampung Indonesia). Ia menyuruh Ngah Dedi untuk pergi ke Sambas sekaligus membersihkan identitasnya yang dicap sebagai PKI. Agar tidak memakan ubi lagi, Long Kiat berdagang beras dan kemudian lahirlah beras pancasila. Pak Alau dan Pak Ayan membeli berasnya.

Baca Juga : Membaca Berita Hoax Lebih Menarik daripada Membaca Buku, Mengapa?

Melebarkan Sayap Bisnis

Long Kiat memanggil Ngah Dedi dan menceritakan ingin memiliki media massa tingkat nasional, tetapi anehnya nama medianya Kabar Kalbar. Beberapa tahun yang lalu, Long Kiat menyuruhnya menemani seorang pejabat selama dua hari di makam tua untuk mencari sebuah keris.


Mereka berdua menemukannya walau malam pertama sangat ketakutan. Maka jadilah Bapak Ismail Hadi sebagai bupati. Keris itu dibeli seharga lima miliar rupiah oleh pengusaha di Kalimantan. 


Akibat siasatnya pula, Pak Hasan terpilih sebagai bupati akibat selebaran yang dibagikan dan yang paling diuntungkan adalah Long Kiat sendiri.


Selain itu ia juga menjalin relasi dengan Surya Wong merupakan seorang pembisnis. Mereka pun pindah ke Jakarta dan memulai perhidupan perantuan dengan menjadi importir sepatu dari Singapura.


Agar bisnisnya menanjak, Long Kiat mengajak Surya Wong, yaitu sahabatnya yang diubah namanya olehnya untuk ikut lelang. Ngah Dedi tidak percaya bila Long Kiat dan Surya Wong yang menang. Rupanya Long Kiat telah menyuruh kawannya untuk memuat sepatu kiri dan kanan di kontainer secara terpisah. 


Teater Legian, Kontraktor, Negoisasi, Kecubung Sakti, Kabar Kalbar, Melawan Takut, Keris 5 Miliyar, Monumen Perjuangan, dan Politik 5 Kaki adalah bagian dari novel ini. Dibalik cerita tersebut terdapat sebuah kisah dengan hikmah dan cerita lucu dari Long Kiat.


Suatu hari alangkah terkejutnya Ngah Dedi melihat Long Kiat yang turun dari mobil mercy. Semua hormat kepadanya karena berkat konsep Deklarasi Legian dan Durian Security Service. 

Baca Juga : Memetik Ragam Nilai Moral dalam Kehidupan

Setelah setahun bekerja sebagai kontraktor, Long Kiat memberikan Ngah Dedi Rp500 juta. Mulut Ngah Dedi bergetar menerima uang itu. Kemudian mereka berdua pergi ke lokasi pembangunan hotel yang diganggu preman. 


Long Kiat merangkul Kitting dan Kitting menolak semua penawaran. Lalu Long Kiat memanggil Bang Ampar yang berpura-pura sebagai komandan dan ditamparnya. Kitting terdiam.


Setelah itu, kolega Long Kiat meminta bantuannya untuk mengamankan Pasar Tanah Abang. Sesampainya di pasar, Long Kiat dipeluk Bang Jhoni. Imron menceritakan kepada Ngah Dedi bahwa enam tahun yang lalu terjadi keributan antara gank Bang Jhoni dan gank Bang Jorris. Anak buah Jorris muncul dan mendekati Long Kiat. Long Kiat melempar cincinnya dan anak buahnya itu langsung mati. 


Pilihan kata yang disajikan oleh dialog juga memancing pembaca sekaligus lucu, seperti pada teks halaman 35;


“Cok! Nanti setengah jam agik kau jalan di depan toko Pak Alau ye? Nanti kau kupanggil,” Kata Long Kiat pula pada Bacok. 


Atau jeda halaman 18;

“Dapat dipastikan tubuhku akan lumat seperti kue ongol-ongol yang tertimpa kuali”


Serta memberitahukan langsung teknik yang tokoh lakukan dalam berbisnis, seperti pada teks halaman 39;


“Gini jak, Pak Alau. Pak Alau liat dulu beras kami. Kalo Pak Alau suke, Pak Alau boleh beli. Kalo Pak Alau bise jamin beli 5-10 ton beras kami, saye akan bantu pemasaran beras kampung Pak Alau ke orang-orang saye. Yang kedua, Pak Alau punya toko saye jage keamanannye 24 jam!” Long Kiat terus menyakinkan Pak Alau.”


Itulah sedikit pemaparan yang sudah mencerminkan sosok Long Kiat ini memiliki karakter yang bisa membuat orang menuruti perintahnya karena gaya premannya serta didukung tampangnya yang seram. 


Walaupun tidak bisa berkelahi namun punya metode untuk menangani sesuatu tanpa harus dengan kekerasan. Dari kutipan di atas pula Long Kiat memiliki karakter kuat sebagai sosok yang berilmu dan kreatif dalam menangani sesuatu. 


Juga keadaan orde baru di waktu itu yang penuh dengan gejolak keadaan politik dan ekonomi yang belum stabil, dimana harga beras waktu itu hanya Rp. 500 rupiah per kilogram nya yang disajikan pada sub judul terakhir makan ubi di halaman 27, Waw sangat menarik sekali dan menambah pengetahuan kita bagaimana situasi dimasa orde baru waktu itu. 


Kemudian karakter tokoh long kiat disegani masyarakat sekitar. Setting tempat dalam cerita ini memperkuat penokohan di dalamnya sebagai seorang yang berwibawa tepatnya bukan preman. Preman saja bisa takluk pada long kiat, yaitu karena kewibawaannya sebagaimana yang ada pada judul "Premannya Preman" di halaman 13.


Dan ternyata pada judul "keris 5 miliar"dapat menjadi inspirasi para pengusaha atau pembisnis bagaimana cara cerdik si long kiat menjadi konglomerat, juga di judul "politik 5 kaki" sangat menarik tuk di baca oleh kalangan politikus.

Baca Juga : Suara Kesunyian Wanita Ba Alawi dalam buku The Sound of Silence

Hal-hal yang sangat menakjubkan adalah pebisnis yang membeli sepatu hanya sebelah kiri yang di Impor dari Singapura tetapi memiliki keuntungan besar ini adalah bagian menarik dan sangat penting untuk dicermati bagaimana berbisnis dengan kecerdasan.


Sebuah fakta juga bahwa Long Kiat ini tidak pernah menyelesaikan pendidikan formal namun cerdas dalam kehidupan.


Saya pernah bertanya langsung kepada penulisnya, katanya,  khusus bagian ‘sepatu’ itu memang benar kisah nyata seorang pengusaha Kalbar yang sekarang jadi kongomerat sekaligus politikus nasional. Nah loh!


Buku ini layak di baca karena banyak sekali kisah inspiratif yang disajikan di dalam buku Long Kiat ini. Juga inovasi-inovasi seorang long kiat untuk meningkatkan kualitas hidupnya dengan cara dan taktik yang cerdas. Selain itu, buku ini menyajikan kehidupan masyarakat lokal di Pontianak yang masih kental dengan bahasa ibu para masing-masing tokoh.


Identitas Buku

Judul Buku : Long Kiat

Penulis : Beni Sulastiyo

Penyunting : Vivi Al Hinduan

Tata Letak : Swadesiprinting

Ilustrasi Sampul : Wan Aroel

Penerbit        : Lamansatungpress

Percetakan : Swadesiprinting.net

Cetakan : Pertama, Juni 2015

Tebal Buku : 205 halaman

Dimensi : 140 mm x 200 mm

Jenis Huruf : Cambria


Tulis Pendapat Anda 0 comments


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post