Jumat, 30 September 2022

Cerita Penulis Kampung Keluar Negeri dan Pengalaman Sepok

author photo

Sepok Duak, Antara Kritik Pay dan Sexist Jokes


penggiat literasi kalbar gerakan literasi indonesia

Sepok Duak! #Belande merupakan buku cerita perjalanan kedua Pay Jarot Sujarwo ke Eropa, tepatnya Belanda, awal Desember 2011. Buku ini ditulis dalam Bahasa Melayu Pontianak dan memuat beberapa foto Pay di Belanda.


Di bagian lampiran tercantum beberapa istilah dalam Bahasa Indonesia yang diserap dari Bahasa Belanda, seperti teras, terminal, maskapai, wanprestasi, wastafel, dan masih banyak lagi.


Terdiri dari 22 bab ditambah lampiran. Masing-masing terdiri atas 2-3 halaman dengan melampirkan foto. Yang menarik, hampir di semua bab terselip kritik Pay terhadap Pemerintah Kota Pontianak dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat terkait buruknya infrastruktur, banyaknya sampah di Pantai Pasir Panjang Singkawang, hingga kerja birokrasi kita yng lambat.

Baca Juga : Gerbang Menuju Hijrah Penulis Kalbar Pay Jarot Sujarwo

Pay juga membandingkan ‘kualitas’ pemerintah ‘Endonesa’ yang lamban dan korup dengan pemerintah Kerajaan Belanda yang disiplin, tepat waktu, dan tidak korup.


Pada bab ketiga yang berjudul ‘Ceting’ (baca: chatting), bercerita tentang Pay yang melakukan chatting di warnet dengan teman wanitanya , Janneke,yang  tinggal di Rotterdam. Ke sanalah Pay menuju.

Si Janneke ini sudah mengirim invitation letter (surat undangan) untuk tinggal selama tiga bulan di Rotterdam, via pos. Setelah lebih dari satu minggu surat belum juga sampai ke rumah Pay, mereka berantem dalam chat.


Janneke: kau tanya lah care kerje pemerintah kau cemane? jangan nyalahkan pemeritah aku  kalau soal tepat waktu, tak ade yang bise ngalahkan Belande (hal.18) 


Di halaman yang sama, Pay seolah berkata di dalam hati, “Ha udah, die berungot pulak. Aoklah, aku ngakuklah. Pemerentah Endonesa yang budoh bale. Pemerintah Endonesia yang tak tepat waktu. Pemerentah Endonesa yang taek kucing kering.

Baca Juga : Lomba Menulis Cerpen, Puisi, dan Artikel Tahun 2022

Lanjut di bab berikutnya berjudul ‘Aek Penawar’ yang menceritakan perjalanan Pay bersama enam orang temannya, dua di antaranya berasal dari Spanyol, ke Desa Kubu. Mereka naik kapal klotok dan menginap di Kubu selama beberapa hari. 


Saat mereka naik kapal klotok melewati deretan hutan bakau, Pay dan teman-temannya berdebat menyalahkan pemerintah, terutama Gubernur Kalbar yang memberi izin perusahaan kayu yang menebang hutan bakau/mangrove di sana, yang menyebabkan setiap tahun luas hutan bakau berkurang (hal 24-25).


Terbaca jelas kemarahan Pay terhadap pemerintah Indonesia, mulai presiden sampai walikota. Dia juga sangat malu ketika membandingkannya dengan pemerintah Kerajaan Belanda.

Di bab berjudul ‘Nenggek Sepeda (bagian pertame) kemurkaan itu terbaca jelas pada kalimat berikut (hal. 98-99):


Cobe gak kau senggol sikit pemerentah kite. Jangankan nak mbangon negare...mbangon jalan Tayan-Sosok jak takde genah-e. Teros ke arah Sanggau-Sekadau, maken tak genah. Yang ade saleng betudoh sesame pemerentah.


Ade yang nudoh itu tanggongjawab pemerentah pusat. Ade yang nudoh itu tanggongjawab pemerentah propinsi. Ade yang nudoh itu tanggongjawab pemerentah kabupaten.


Ndak e jadi saleng betudoh pulak orang-orang tuh. Bende ini ni bah tanggongjawab kitak semue. Mane yang kitak besak-besakkan waktu kampanye tuh? Mulot jak semue tuh. Mulotpenoh taik ugik!

Baca Juga : Long Kiat Saudagar Melayu yang Cerdik

Ngeri ya kalau seorang penulis sudah muntab. Kalau dilihat tahunnya, kemurkaan seorang Pay Jarot Sujarwo ditujukan kepada Gubernur Kalbar Drs. Cornelis beserta jajarannya, terutama Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalbar. Benar nggak, Pay? Hehe. 


Selain bertabur kritik terhadap pemerintah Endonesia, khususnya Kalbar, di buku Sepok Duak! #Belande ini juga banyak terdapat beberapa sexist jokes, yakni humor yang ‘nyerempet’ ke arah pornografi dengan menjadikan tubuh perempuan sebagai bahan utama bercanda.


Saya maklum, karena waktu itu Pay Jarot Sujarwo belum hijrah seperti saat ini. Masih degel, suke pacaran dengan cewek-cewek bule dan sekuler banget. Belum taubat dan menjadi islam yang kaffah. Tapi beruntungnya dia, setelah bertaubat, Allah memberinya jodoh seorang ukhty salehah yang sekarang menjadi istrinya.

Baca Juga : Suara Kesunyian Wanita Ba Alawi dalam buku The Sound of Silence

Pada bab berjudul ‘Pesawat KLM” menceritakan pengalaman Pay pertama kali naik pesawat KLM menuju Amsterdam. Di dalam pesawat, Pay yang sepok ternganga melihat pramugari-pramugari cantik berseliweran di pesawat.


Dia lantas membandingkan dengan pramugari pesawat Endonesia yang dianggapnya sombong, bermuka masam dan mahal senyum, tapi ...

... sekali die kenak kacau bos-bos perusahaan sawit yang udah ngancorkan alam Kalimantan tuh, baroklah pramugari pesawat Endonesa ni nak tegetek-getek. Sundal benar gak.. (hal 35-36)


Di halaman 36 terdapat kalimat: asal die lewat dari belakang...mulai aku nak manjangkan leher, nengok-ek pantatnye yang cetar membahane....


Lalu pada bab ‘Bekicak’ juga terdapat sexist jokes receh seperti ini: ... perempuan itu pakai jaket warne keribang...aku nelan lior pas tetingok tang dada-e. Mungguk jak budak tuh...(hal.63) dan ternyata ‘perempuan’ itu adalah seorang waria.


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mungguk (sebagai bentuk tidak baku dari munggu) diartikan sebagai longgok (timbunan) tanah di tengah sawah; bukit kecil; karang yang membukit.  

Baca Juga : Masyarakat Dayak Menatap Hari Esok

Dalam bab ‘Nenggek Sepeda (bagian keduak) diceritakan Pay bertemu perempuan asli Belanda dan Pay minta tolong difoto olehnya. Si native Belanda menyuruh Pay menaiki sepeda sambil difoto, percakapannya seperti ini:


“Abang tenggek-lah sepeda tuh....kalok dah bise nenggek sepeda, nanti pasti abang bise nenggek yang laen..” (hal. 106) masih di halaman yang sama, Pay menjawab, “Eh jangan banyak umong kau. Cepat jak kau poto aku ni. Sahe kutenggek gak kau karang.” 


Masih di halaman yang sama, diceritakan usai memotret Pay, perempuan itu pun berlalu pergi. Pay berkata, ”Dari belakang, mate aku teros ngemat-e (baca: mengamati) pantat-e yang dilapes celane kribang...”


Di bab terakhir berjudul ‘Jingge (Bagian Keduak)’ yang bercerita tentang searah warna jingga sebagai warna kebangsaan Belanda, khususnya dalam sepak bola, kembali muncul ungkapan seksis tentang suporter perempuan Belanda yang sering bertingkah ‘aneh’ di stadion sepakbola. 


Di halaman 116 Pay menjelaskan sebagai berikut : selaen warne jingge, yang paleng terkenal dari suporter Belande ni pompuan (baca: suporter perempuan) yang telenjet-lenjet tang stadion tuh.


Dia melanjutkan: pompuan jingge tuh telecar-lecar tak tentu rudu. Tepekek kaong, te-pantat-pantat, te-susu-susu, tekacah ganyah... 


Menanggapi sexist jokes seperti di atas, saya mengutip pernyataan seorang komikus perempuan berdarah Arab, jebolan salah satu ajang Stand Up Comedy pertama di tanah air, Sakdiyah Ma’ruf.


“Salah satu cara untuk melawan sexist jokes (yang melecehkan perempuan) adalah dengan tidak giggling (tertawa genit alias kelenjit-red). Karena dengan giggling sama saja kita setuju dengan jokes itu dan menunjukkan bahwa diri kita adalah pihak yang inferior”. Sekian.


Identitas Buku
Judul Buku : Sepok Duak!  #Belande
Penulis : Pay Jarot Sujarwo
Penyunting : Pay Jarot Sujarwo
Tata Letak : Sigid Nugroho
Ilustrasi Sampul : Mas Awo
Penerbit         : PijarPublishing
Cetakan : Pertama, Juli 2013
Tebal Buku : 138 halaman

Tulis Pendapat Anda 0 comments


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post